Sinyal Bahaya La Nina 2020

Dalam siaran pers BMKG tanggal Dua November 2020 disebutkan bahwa jumlah kejadian siklon tropis (angin topan) di Laut Cina Selatan dan atau Samudera Pasifik Barat Laut pada tahun 2020 meningkat pesat dibanding jumlah rata-rata per tahunnya. Sampai saat ini sudah tercatat tujuh angin topan yang terbentuk dan berkembang dibandingkan rata-rata empat angin topan per tahunnya.

Gambar angin topan di Laut Cina Selatan pada citra satelit HImawari 8 kanal inframerah. gambar milik Unversitas Kochi, Jepang.

Dalam analisisnya, BMKG menyebutkan bahwa peningkatan jumlah angin topan ini merupakan pengaruh dari kondisi La Nina yang sedang terjadi di Samudera Pasifik. Analisis ini juga menguatkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya tentang pengaruh La Nina terhadap peningkatan frekuensi kejadian angin topan (penelitian disebutkan dalam siaran pers – red.).

La Nina adalah sebuah fenomena iklim meningkatnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik sebesar Dua Derajat Celsius atau lebih dibandingkan suhu normalnya. Peningkatan suhu muka laut ini meningkatkan proses penguapan air laut menjadi uap air. Sehingga pada kondisi La Nina, Samudera Pasifik (tengah dan barat) berperan layaknya ‘pabrik uap air’, akan meningkatkan kapasitas produksi uap airnya, dan siaga setiap saat mengirimkan uap air ke wilayah-wilayah yang membutuhkan.

Gambar milik BoM Australia.

Lalu wilayah manakah yang membutuhkan kan uap air?. Uap air (udara) mengalir dari tempat bertekanan (kerapatan) tinggi ke tempat bertekanan (kerapatan) rendah. Lalu, wilayah manakah yang berkerapatan udara rendah?. Tekanan udara rendah terjadi di wilayah yang mendapatkan sinar matahari (incoming solar radiation) lebih banyak. Variasi insolation ditentukan oleh posisi semu matahari (matahari ‘bergerak’ Utara-Selatan dalam rentang 23.5 derajat lintang Utara / Selatan). Singkatnya, uap air dari ‘pabrik’ Samudera Pasifik bergerak menuju wilayah yang menerima penyinaran mataharinya paling tinggi, atau kalimat sederhananya lagi adalah uap air hasil La Nina akan bergerak menuju wilayah yang sedang mengalami musim panas / summer.

Kembali ke soal angin topan di Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik Barat Laut. Wilayah tersebut pada bulan Maret s/d September sedang mengalami ‘musim panas’. Pada kondisi normal, pengiriman uap air menghasilkan empat angin topan, pada kondisi La Nina terjadi peningkatan produksi uap air di ‘pabrik’ dan terjadi peningkatan pengiriman ke Laut Cina Selatan dan akhirnya jumlah angin topan pun meningkat. Sinyal ini bisa digunakan sebagai acuan dampak La Nina 2020 terhadap musim hujan di Indonesia.

Kaitan dengan Indonesia

Jika LCS dan Pasifik Barat Daya mengalami musim panas pada bulan Maret s/d September, mayoritas Kepulauan indonesia mengalami ‘musim panas’ pada bulan September s/d Maret. Jika La Nina 2020 berperan dalam meningkatkan jumlah angin topan di LCS dan atau Pasifik Barat Laut sebesar 75%, bagaimanakah efek terhadap Indonesia?. Tulisan sediapayung tentang pengaruh La Nina terhadap curah hujan di Indonesia menyebutkan terjadinya peningkatan curah hujan 20%-40% bervariasi tergantung tempat. namun untuk kasus La Nina 2020 ini, sediapayung meyakini bahwa La Nina 2020 bisa meningkatkan curah hujan di Indonesia hingga 75% dibanding normalnya. hal tersebut didasarkan kepada sinyal yang dikirimkan La Nina pada frekuensi angin topan di Laut Cina Selatan dan Pasifik Barat Laut.

Untuk mengetahui curah hujan normal bulanan bisa dilihat di tulisan sediapayung tentang cara mengetahui curah hujan normal.

Leave a comment